Wednesday, January 19, 2011

Permainan untuk direnungi


Seorang guru sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap
murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada pemadam.

Si guru berkata, "Saya punya permainan... Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di
tangan kanan ada pemadam. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah "Kapur!", jika saya angkat
pemadam ini, maka erserulah "Pemadam!" Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Si guru
berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, "Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat
kapur, maka berserulah "Pemadam!", jika saya angkat pemadam, maka katakanlah "Kapur!". Dan
diulangkan seperti tadi. Tentu saja murid-murid tadi keliru dan kekok, dan sangat sukar untuk
mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kekok. Selang beberapa saat,
permainan berhenti.

Si guru tersenyum kepada murid-muridnya. "Anak-anak, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq
itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membezakannya. Namun kemudian, musuh musuh kita
memaksakan kepada kita lewat ini dengan berbagai cara, untuk menukarkan sesuatu, dari yang haq
menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kita menerima hal tersebut,
tapi kerana terus didedahkan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kita akan
terbiasa dengan hal itu. Dan anda mulai dapat mengikutinya. "

"Musuh-musuh kita tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika." "Keluar berduaan,
berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi
menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini
menjadi suatu gaya hidup dan lain lain." "Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, anda
sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?" tanya Guru kepada murid-muridnya. "Paham cikgu..."

"Baik permainan kedua..." begitu Guru melanjutkan. "Cikgu ada Qur'an, cikgu akan letakkannya di
tengah karpet. Sekarang anda berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya
mengambil Qur'an yang ada di tengah tanpa memijak karpet?"

Murid-muridnya berpikir . Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain. Akhirnya Si
Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur'an. Ia memenuhi syarat, tidak
memijak karpet.

"Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya...Musuh-musuh Islam tidak akan
memijak-mijak anda dengan terang-terang... Kerana tentu anda akan menolaknya mentah mentah.
Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung
anda perlahan-lahan dari pinggir, sehingga anda tidak sedar." "Jika seseorang ingin membuat rumah
yang kuat, maka dibina tapak yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah
yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau tapaknya dulu, tentu saja
hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kerusi dipindahkan dulu, Almari dibuang dulu satu
persatu, baru rumah dihancurkan..."

"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghentam terang-terangan, tapi
ia akan perlahan-lahan meletihkan anda. Mulai dari perangai anda, cara hidup, pakaian dan
lain-lain, sehingga meskipun anda muslim, tapi anda telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti
cara yang mereka... Dan itulah yang mereka inginkan." "Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri
(perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kita...

"Kenapa mereka tidak berani terang-terang memijak-mijak cikgu?" tanya mereka.

"Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan
lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi."

"Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sedar, akhirnya hancur.

Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan
sedar."

"Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum
pulang...

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan
fikiran masing-masing di kepalanya.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.